Naskah drama semua ini bergenre komedi yang saya dapatkan dari berbagai sumber, karena Tugas Bahasa Indonesia saya kemarin-kemarinnya adalah Drama, hohoho. Silahkan :
Judul : Jadilah Diri Sendiri
BABAK I
(ketika semua sudah lengkap, maka narator masuk ke panggung dan mulai bercerita)
Narator : alkisah di sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas, suka mengeluh dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Tukang Batu : aduh… hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aq duduk – duduk dulu. (duduk di sebuah batu)
Batu : (bergerak – gerak)wadow … sakit tau ! (Sambil marah-marah).Bau lagi! Kentut ya? (sambil menutup hidung)
Tukang Batu : (Terkejut dan takut) Maaf, dikit. Lho, batu kok bisa ngomong ?
Batu : ini kan Cuma drama
Tukang Batu : O…….
Batu : Awas ! (mengancam dan mengacung – acungkan kepalanya)
(Tukang batu pun ketakutan lalu melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk bersandar. Kemudian dia melihat pohon dibelakangnya)
Tukang Batu : kebetulan ada pohon. Bisa bersandar nih!
Pohon : aduuuuuuuuuh.. hati – hati dong, lecet neh.
Tukang Batu : (Terkejut) Lho kok pohon juga bisa ngomong?
Pohon : Wah menghina ya. Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa saja. Bahkan aku bisa menyanyi dan menari (menyombongkan diri)
Tukang Batu : masak sih ?
(pertama –tama pohon menyanyi seriosa dan tukang batupun menutup kupingnya karena suara pohon yang melengking dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai, tukang batu hanya bisa terkejut)
Tukang Batu : Wah… pohon yang aneh. (menggeleng-gelengkan kepala sambil pergi meninggalkan pohon itu)
BABAK II
Narator : (ketika narator masuk, semua menjadi patung dengan gaya yang aneh). Lalu datanglah sebuah matahari yang sinarnya sangat panas menyengat.
Tukang Batu : wah….. panas sekali ya! (sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu mengusap keringatnya dengan sapu tanggan nya dan tidak sengaja memerasnya di sebelah batu)
Batu : Wadooooooooooooooooooow ! hei, jangan disini dong tukan batu! Uda keringatnya bau asem lagi. (sambil menutup hidung)
Tukang Batu : (Terkejut) maaf. Eh emangnya batu punya hidung ya?
Batu : idiiiiiiih . sebel deh . ini kan Cuma bo’ong-boongan tau !
Tukang batu : (Pergi menjauh ) Pemarah sekali si batu itu . tapi memang panas sekal. Ini pasti karena si matahari itu.
Matahari : Ha….ha…ha. ya aku yang menyebabkan panas ini.. ha….. ha…ha (Logat batak)
Tukang Batu : (menutup hidung karena bau) wah, enak sekali ya menjadi matahari. Bisa member panas tapi dia sendiri tidak kepanasan.
Matahari : iya dong. Aku gitu loh (sambil bergaya fungky)
Tukang Batu : (berfikir lalau dapat ide). Hmmmmmm matahari, bagaimana kalau kita bertukar tempat saja. Aku menjadi matahari, dan kamu menjadi Tukang Batu. Bagaimana?
Matahari : (Tampak berfikir). Bagaimana ya? Baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu : apa syaratnya? (penasaran)
Matahari : Kau harus member aku sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana? Hahahahaha…
Tukang Batu : Itu sih gampang.
Matahari : eiiitt tunggu dulu. Sepiring nasi dengan lauk sate,gulai,soto,ayam goring,ayam bakar,ikan gurami,capcai,telor dadar, telor mata sapi yang melirik ke kiri. Ok?
Tukang Batu : haaaa! (terkejut) banyak sekali! Tapi baiklah. Sebentar ya!
(Tukang Batu pulang ke rumahnya untuk mengambil makanan yang di minta matahari, sedangkan matahari sudah lapar dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama kemudian Tukang Batu masuk sambil membawa masakan yang dijanjikannya)
Tukang Batu : nih !
Matahari : bah! Dimana pila sambal terasinya?
Tukang Batu : sambal terasi? Tadi kan kamu tidak minta?
Matahari : wah-wah-wah… hei penonton, enak gak klo kita makan tanpa sambal terasi? (Tanya ke penonton). Nah, dengar tidak, semua orang setuju kalau tanpa sambal, makanan kita jadi tidak enak.
(Dengan terpaksa, tukang batu membuat sambal di atas batu)
Batu : Wadooooooooow. Aduh. Kamu lagi, kamu lagi. Seneng pula kau menggangu aku. Liat nih gara-gara kamu…. Kepalaku jadi benzol-benzol. Lho kok aku jadi logat batak juga sih (marah-marah sambil menunjukan kepalanya yang benjol)
Tukang Batu : maaf…
Batu : Awas ya!
(Lalu mereka berdua berganti kostum, dan naratorpun masuk)
BABAK III
Narator : akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari berubah menjadi seorang tukang batu. Haaa…haa…ha,,
Matahari : Maaf bu. Itu kan ketawa aku. Kok ibu zadi ikut-ikutan ketawa seperti itu.
Narator : (malu) Maaf… (lalu pergi)
Tukang Batu : Asyiiiiiiik! Ahirnya aku menjadi matahari.
Batu : Wadoooow. Jangan dekat-dekat dong! panas sekali! jauh-jauh sana! Awas!
(tukang batupun takut dan menjauh ke arah pohon)
Pohon : Hei… pergi sana… jangan dekat-dekat. Panas nih. Kalau tidak Ciaatt (berpose silat, meniru gaya hewan : elang menyambar, ular mencaplok, dan harimau mencengkram)
Tuakang Batu : iya……iya. Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah sudahlah. Tapi enak sekali menjadi matahari.
(Lalu datanglah sebuah awan hitam, yang terus mengejar matahari dan berdiri di depannya. Tukang batupun jengkel)
Tuakang Batu : Hei…. Awan hitam. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada di depanku?
Awan Hiatm : Hei matahari, kamu tidak tahu siapa aku ya?. Aku ini awan hitam. Sebentar lagi, aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu harus sembunyi dulu.
Tukang Batu : O………. Begitu ya?
Awan Hitam : Iya. Masak tidak tau sih
(Tukang batu menggeleng-geleng)
Tukang Batu : (Berfikir) wah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya sendiri). Eh awan hitam, mau tukaran tempat tidak. Aku menjadi awan hitam dan kamu menjadi matahari. Bagaimana?
(ketika awan hitam sedang berfikir, tiba-tiba narator datang)
Awan Hitam : Bu narator, kok sudah muncul sih. Kan belum waktunya?
Narator : lho iya ya? Wah bilang dong dari tadi, kalau belum saatnya muncul. Maaf para penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (marah-marah sambil menyalakan mereka berdua)
Tukang Batu : bagaimana?
Awan Hitam : Hmmmmmmm…. (mengeleng-geleng smabil berfikir) baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu : (menggeleng-geleng sambil menghela nafas) apa syaratnya ?
Awan Hitam : Mudah… yaitu mobil mewah dan rumah mewah.
Tukang Batu : (terkejut) wah itu sih susah. Eh… tapi tunggu dulu. (Tukang Batu masuk ke dalam. Lalu keluar lagi sambil membawa mobil-mobilan dan rumah-rumahan). Bagaimana kalau mobil-mobilan dan rumah-rumahan mewah?
Awan Hitam : (terkejut) apa! (mengeleng-geleng) baiklah. Terpaksa!
(lalu mereka bertukar tempat,tiba-tiba datang ibu narator. Semua menjadi patung. Tapi ibu narator lama tidak ngomong-ngomong)
Batu : Bu…. Ibu narator. Kok tidak ngomong-ngomong ya?
Narator : siapa bilang saya mau ngomong. Saya kan Cuma mau nampang doing. (sambil melambai-lambaikan tangan ke penonton)
Semua Personil : Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu…..!
Narator : kenapa sih sirik aja. Memangnya tidak boleh. (pergi sambil ngomel-ngomel)
Tukang Batu : asyiiik. Sekarang aku menjadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi matahari. Oh ya, aku juga bisa membuat hujan yang sanggat lebat. Ha…..ha….ha…
(tiba-tiba matahari yang menjadi tukang batu datang)
Matahari : he..he… itu kan ketawa aku
Tukang Batu : maaf. Wah sekarang aku mau menurunkan hujan yang sangat lebat. Wuuuuuuuuuuuuus (sambil menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu datang seseorang yang tertarik angin. Trus datang lagi orang berpayung, yang payungnya sampai rusak,menghadap ke atas)
Tukang Batu : asyiiik. Aku berkuasa sekarang.
Tukang Batu : ha………..(tiba-tiba ingat matahari yang marah bila ketawanya ditirukan). Ups. (tiba-tiba tukang batu heran melihat batu yang tidak bergeser sedikitpun). Hai, batu. Kok kamu tidak rusak sedikitpun?
Batu : Hai… awan hitam? Mikir dong! Aku kan Batu. Liat aku sangat kuat. (sambil memamerkan ototnya). Jadi aku tidak akan rusak.
Tukang Batu : o…….. begitu ya. (berfikir). Hmmmm.. ngomong-ngomong batu, mau tidak kita tukaran tempat?
Batu : Apa! (berteriak keras). Kamu fikir aku bodoh ya, bisa kamu suap seperti si matahari dan awan hitam.
Tukang Batu : Ayolah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi! (sambil ketakutan)
Batu : tidak! (masih marah dan berteriak) enak saja!
Tukang Batu :Please!
Batu : Tidak
Tukang Batu : He, mau tidak? (marah sambil mencengkeram kerah baju si batu)
(Si batupun ketakutan)
Batu : eh.. iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu saja marah! (merayu si tukang batu). Nih! (menyerahkan kostumnya)
Tukang Batu : sana pergi! Awas ya kembali lagi! (mengancam batu. Batupun ketakutan dan berlari). Asyiiik. Kasihan deh lo si batu,makanya jadi orang jangan galak-galak. Sekarang aku menjadi batu yang perkasa.
(Tak lama kemudian datanglah, si tukang batu yang sebenarnya si matahari)
Matahari : ha…….ha…..ha… bah hari yang sangat cerah untuk memulai pekerjaanku sebagai tukang batu. Kebetulan ada sebuah batu disini.
(matahari mulai memukul-mukulkan palunya)
Tukang Batu : aduuuuuuh. Matahari…… kenapa memukul aku?
Matahari : bah…. macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Zadi pekerjaanku yya memecah batu.
Tukang Batu : O……………. tapi aku mati dong!
Matahari : ya……. Terserah kaulah. Siapa suruh zadi batu. (mulai memukul lagi)
Tukang Batu : Tunggu….! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Matahari : Tidak mau ! (terus memukul-mukul)
Tukang Batu : tolong…..tolong…..tolong…. ibu narator kemana sih? Bu…. Ibu narator!
Matahari : ha……..ha…….ha
(Lama kemudian ibu narator datang sambil makan)
Tukang Batu : Bu…. Lama sekali sih. Tutup acaranya dong. Saya di pukulin terus nih!tolong!
Narator : (sambil tetap makan) iyaaaaaaa… cerewet amat sih, siapa suruh gak puas jadi diri sendiri.
Makanya jadilah dirimu sendiri. Percaya diri dong! Baiklah para penonton, begitulah akhir cerita kita hari ini. Hikmah yang bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu yang selalu mengeluh, pemalas dan selau tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.
(ketika semua sudah lengkap, maka narator masuk ke panggung dan mulai bercerita)
Narator : alkisah di sebuah hutan terdapat seorang tukang batu yang pemalas, suka mengeluh dan selalu tidak puas dengan dirinya sendiri.
Tukang Batu : aduh… hari ini aku harus bekerja. Pasti nanti capek sekali. Enakan aq duduk – duduk dulu. (duduk di sebuah batu)
Batu : (bergerak – gerak)wadow … sakit tau ! (Sambil marah-marah).Bau lagi! Kentut ya? (sambil menutup hidung)
Tukang Batu : (Terkejut dan takut) Maaf, dikit. Lho, batu kok bisa ngomong ?
Batu : ini kan Cuma drama
Tukang Batu : O…….
Batu : Awas ! (mengancam dan mengacung – acungkan kepalanya)
(Tukang batu pun ketakutan lalu melihat-lihat sekeliling, mencari tempat untuk bersandar. Kemudian dia melihat pohon dibelakangnya)
Tukang Batu : kebetulan ada pohon. Bisa bersandar nih!
Pohon : aduuuuuuuuuh.. hati – hati dong, lecet neh.
Tukang Batu : (Terkejut) Lho kok pohon juga bisa ngomong?
Pohon : Wah menghina ya. Aku adalah pohon ajaib. Aku bisa melakukan apa saja. Bahkan aku bisa menyanyi dan menari (menyombongkan diri)
Tukang Batu : masak sih ?
(pertama –tama pohon menyanyi seriosa dan tukang batupun menutup kupingnya karena suara pohon yang melengking dan jelek. Lalu mulai menari. Setelah selesai, tukang batu hanya bisa terkejut)
Tukang Batu : Wah… pohon yang aneh. (menggeleng-gelengkan kepala sambil pergi meninggalkan pohon itu)
BABAK II
Narator : (ketika narator masuk, semua menjadi patung dengan gaya yang aneh). Lalu datanglah sebuah matahari yang sinarnya sangat panas menyengat.
Tukang Batu : wah….. panas sekali ya! (sambil sesekali mengipasi dirinya. Lalu mengusap keringatnya dengan sapu tanggan nya dan tidak sengaja memerasnya di sebelah batu)
Batu : Wadooooooooooooooooooow ! hei, jangan disini dong tukan batu! Uda keringatnya bau asem lagi. (sambil menutup hidung)
Tukang Batu : (Terkejut) maaf. Eh emangnya batu punya hidung ya?
Batu : idiiiiiiih . sebel deh . ini kan Cuma bo’ong-boongan tau !
Tukang batu : (Pergi menjauh ) Pemarah sekali si batu itu . tapi memang panas sekal. Ini pasti karena si matahari itu.
Matahari : Ha….ha…ha. ya aku yang menyebabkan panas ini.. ha….. ha…ha (Logat batak)
Tukang Batu : (menutup hidung karena bau) wah, enak sekali ya menjadi matahari. Bisa member panas tapi dia sendiri tidak kepanasan.
Matahari : iya dong. Aku gitu loh (sambil bergaya fungky)
Tukang Batu : (berfikir lalau dapat ide). Hmmmmmm matahari, bagaimana kalau kita bertukar tempat saja. Aku menjadi matahari, dan kamu menjadi Tukang Batu. Bagaimana?
Matahari : (Tampak berfikir). Bagaimana ya? Baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu : apa syaratnya? (penasaran)
Matahari : Kau harus member aku sepiring nasi dengan lauknya. Bagaimana? Hahahahaha…
Tukang Batu : Itu sih gampang.
Matahari : eiiitt tunggu dulu. Sepiring nasi dengan lauk sate,gulai,soto,ayam goring,ayam bakar,ikan gurami,capcai,telor dadar, telor mata sapi yang melirik ke kiri. Ok?
Tukang Batu : haaaa! (terkejut) banyak sekali! Tapi baiklah. Sebentar ya!
(Tukang Batu pulang ke rumahnya untuk mengambil makanan yang di minta matahari, sedangkan matahari sudah lapar dan ingin segera mencicipi masakan tersebut. Tak lama kemudian Tukang Batu masuk sambil membawa masakan yang dijanjikannya)
Tukang Batu : nih !
Matahari : bah! Dimana pila sambal terasinya?
Tukang Batu : sambal terasi? Tadi kan kamu tidak minta?
Matahari : wah-wah-wah… hei penonton, enak gak klo kita makan tanpa sambal terasi? (Tanya ke penonton). Nah, dengar tidak, semua orang setuju kalau tanpa sambal, makanan kita jadi tidak enak.
(Dengan terpaksa, tukang batu membuat sambal di atas batu)
Batu : Wadooooooooow. Aduh. Kamu lagi, kamu lagi. Seneng pula kau menggangu aku. Liat nih gara-gara kamu…. Kepalaku jadi benzol-benzol. Lho kok aku jadi logat batak juga sih (marah-marah sambil menunjukan kepalanya yang benjol)
Tukang Batu : maaf…
Batu : Awas ya!
(Lalu mereka berdua berganti kostum, dan naratorpun masuk)
BABAK III
Narator : akhirnya tukang batu itupun menjadi sebuah matahari. Dan si matahari berubah menjadi seorang tukang batu. Haaa…haa…ha,,
Matahari : Maaf bu. Itu kan ketawa aku. Kok ibu zadi ikut-ikutan ketawa seperti itu.
Narator : (malu) Maaf… (lalu pergi)
Tukang Batu : Asyiiiiiiik! Ahirnya aku menjadi matahari.
Batu : Wadoooow. Jangan dekat-dekat dong! panas sekali! jauh-jauh sana! Awas!
(tukang batupun takut dan menjauh ke arah pohon)
Pohon : Hei… pergi sana… jangan dekat-dekat. Panas nih. Kalau tidak Ciaatt (berpose silat, meniru gaya hewan : elang menyambar, ular mencaplok, dan harimau mencengkram)
Tuakang Batu : iya……iya. Dasar batu dan pohon-pohon pemarah. Ah sudahlah. Tapi enak sekali menjadi matahari.
(Lalu datanglah sebuah awan hitam, yang terus mengejar matahari dan berdiri di depannya. Tukang batupun jengkel)
Tuakang Batu : Hei…. Awan hitam. Panggungnya kan masih luas. Kenapa sih, selalu ada di depanku?
Awan Hiatm : Hei matahari, kamu tidak tahu siapa aku ya?. Aku ini awan hitam. Sebentar lagi, aku akan menurunkan hujan. Makanya kamu harus sembunyi dulu.
Tukang Batu : O………. Begitu ya?
Awan Hitam : Iya. Masak tidak tau sih
(Tukang batu menggeleng-geleng)
Tukang Batu : (Berfikir) wah enak dong menjadi awan hitam (Berkata dengan dirinya sendiri). Eh awan hitam, mau tukaran tempat tidak. Aku menjadi awan hitam dan kamu menjadi matahari. Bagaimana?
(ketika awan hitam sedang berfikir, tiba-tiba narator datang)
Awan Hitam : Bu narator, kok sudah muncul sih. Kan belum waktunya?
Narator : lho iya ya? Wah bilang dong dari tadi, kalau belum saatnya muncul. Maaf para penonton. Kalian sih, jadi malu nih. (marah-marah sambil menyalakan mereka berdua)
Tukang Batu : bagaimana?
Awan Hitam : Hmmmmmmm…. (mengeleng-geleng smabil berfikir) baiklah, tapi ada syaratnya?
Tukang Batu : (menggeleng-geleng sambil menghela nafas) apa syaratnya ?
Awan Hitam : Mudah… yaitu mobil mewah dan rumah mewah.
Tukang Batu : (terkejut) wah itu sih susah. Eh… tapi tunggu dulu. (Tukang Batu masuk ke dalam. Lalu keluar lagi sambil membawa mobil-mobilan dan rumah-rumahan). Bagaimana kalau mobil-mobilan dan rumah-rumahan mewah?
Awan Hitam : (terkejut) apa! (mengeleng-geleng) baiklah. Terpaksa!
(lalu mereka bertukar tempat,tiba-tiba datang ibu narator. Semua menjadi patung. Tapi ibu narator lama tidak ngomong-ngomong)
Batu : Bu…. Ibu narator. Kok tidak ngomong-ngomong ya?
Narator : siapa bilang saya mau ngomong. Saya kan Cuma mau nampang doing. (sambil melambai-lambaikan tangan ke penonton)
Semua Personil : Huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu…..!
Narator : kenapa sih sirik aja. Memangnya tidak boleh. (pergi sambil ngomel-ngomel)
Tukang Batu : asyiiik. Sekarang aku menjadi awan hitam. Aku bisa menutup-nutupi matahari. Oh ya, aku juga bisa membuat hujan yang sanggat lebat. Ha…..ha….ha…
(tiba-tiba matahari yang menjadi tukang batu datang)
Matahari : he..he… itu kan ketawa aku
Tukang Batu : maaf. Wah sekarang aku mau menurunkan hujan yang sangat lebat. Wuuuuuuuuuuuuus (sambil menendang-nendang tumbuhan kecil. Lalu datang seseorang yang tertarik angin. Trus datang lagi orang berpayung, yang payungnya sampai rusak,menghadap ke atas)
Tukang Batu : asyiiik. Aku berkuasa sekarang.
Tukang Batu : ha………..(tiba-tiba ingat matahari yang marah bila ketawanya ditirukan). Ups. (tiba-tiba tukang batu heran melihat batu yang tidak bergeser sedikitpun). Hai, batu. Kok kamu tidak rusak sedikitpun?
Batu : Hai… awan hitam? Mikir dong! Aku kan Batu. Liat aku sangat kuat. (sambil memamerkan ototnya). Jadi aku tidak akan rusak.
Tukang Batu : o…….. begitu ya. (berfikir). Hmmmm.. ngomong-ngomong batu, mau tidak kita tukaran tempat?
Batu : Apa! (berteriak keras). Kamu fikir aku bodoh ya, bisa kamu suap seperti si matahari dan awan hitam.
Tukang Batu : Ayolah! Apapun syaratnya, aku akan penuhi! (sambil ketakutan)
Batu : tidak! (masih marah dan berteriak) enak saja!
Tukang Batu :Please!
Batu : Tidak
Tukang Batu : He, mau tidak? (marah sambil mencengkeram kerah baju si batu)
(Si batupun ketakutan)
Batu : eh.. iya deh kalau begitu. Jangan marah dong! Gitu saja marah! (merayu si tukang batu). Nih! (menyerahkan kostumnya)
Tukang Batu : sana pergi! Awas ya kembali lagi! (mengancam batu. Batupun ketakutan dan berlari). Asyiiik. Kasihan deh lo si batu,makanya jadi orang jangan galak-galak. Sekarang aku menjadi batu yang perkasa.
(Tak lama kemudian datanglah, si tukang batu yang sebenarnya si matahari)
Matahari : ha…….ha…..ha… bah hari yang sangat cerah untuk memulai pekerjaanku sebagai tukang batu. Kebetulan ada sebuah batu disini.
(matahari mulai memukul-mukulkan palunya)
Tukang Batu : aduuuuuuh. Matahari…… kenapa memukul aku?
Matahari : bah…. macam pula kau ini. Aku kan seorang tukang batu. Zadi pekerjaanku yya memecah batu.
Tukang Batu : O……………. tapi aku mati dong!
Matahari : ya……. Terserah kaulah. Siapa suruh zadi batu. (mulai memukul lagi)
Tukang Batu : Tunggu….! Aku mau jadi tukang batu lagi kalau begitu. Tukeran ya?
Matahari : Tidak mau ! (terus memukul-mukul)
Tukang Batu : tolong…..tolong…..tolong…. ibu narator kemana sih? Bu…. Ibu narator!
Matahari : ha……..ha…….ha
(Lama kemudian ibu narator datang sambil makan)
Tukang Batu : Bu…. Lama sekali sih. Tutup acaranya dong. Saya di pukulin terus nih!tolong!
Narator : (sambil tetap makan) iyaaaaaaa… cerewet amat sih, siapa suruh gak puas jadi diri sendiri.
Makanya jadilah dirimu sendiri. Percaya diri dong! Baiklah para penonton, begitulah akhir cerita kita hari ini. Hikmah yang bisa kita ambil, janganlah kita meniru si tukang batu yang selalu mengeluh, pemalas dan selau tidak puas dengan dirinya sendiri. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.
“KISAH KELAM SI KUPU MALAM”
Di suatu kampung, dipelosok kota, hidup seorang perempuan bernama Sutiem.
Perempuan cantik nan rupawan ini, hidup dari hasil mata pencaharian nya yang tidak patut, dia adalah seorang pelacur. Ia sebenar nya adalah anak seorang Ustadz, tapi ayahnya yang dibunuh dengan keji karena di tuding melakukan pencabulan kepada seorang pelacur, membuat Ia harus putus sekolah, dan akhirnya membuat Ia melacur.
Malam itu, Tiem sedang mempersiapkan diri untuk bekerja, lalu Papi menghampirinya.
Papi: ”Tiem, malam ini kamu mangkal dimana?”
Tiem:”Tiem bakal mangkal di tempat biasa Pap, di belakang pasar ikan, seberang masjid.”
Papi:”hm…. Oke.. oke…Papi tau nya, setoran tetep jalan, ingat, enam puluh persen untuk papi!”(sambil memainkan janggutnya)
Tiem: “ oke pap, tenang aja… tempat itu paling rame, bisa-bisa dua sekaligus, tiap malem lagi..”
Papi:” papi bingung, kamu bilang kan tempat nya di seberang masjid, tapi kok, banyak pelanggan ya?”
Tiem:” Papi kayak enggak tau aja jaman sekarang, kan semuanya pada haus. Bahkan, ada pelanggan yang baru selesai pulang sholat, udah nge booking Tiem. Emang sih jaman sekarang, udah kacau Pap.”
Papi:” Ya udah deh, kamu kerja yang baik. Pokok Nya, kepuasan pelanggan nomor satu!”
Tiem: “Sip, Pap…”
Setelah semua nya siap, Sutiem pun berangkat dan menuju ke tambang emasnya.
Angin dingin mengelus kulitnya tanpa ampun. Tiba-tiba dingin merasuk ke tubuhnya. Jam sudah menampilkan jam 23.49, tapi tak ada satu pun pelanggan yang menghampirinya. Lalu ia menyalakan sebatang rokok, hingga seorang pria datang menghampirinya.
Tiem: “mau di layani, mas?”
Wargino:”eh.. bukan… aku kesini bukan mau memesan mu, tapi aku ingin mengajak kamu ngobrol…”
Tiem: “Ngobrol ya? Ehm, tarif nya, seratus lima puluh ribu aja.”
Wargino:”terserah kamu Tiem, yang pasti aku gak pernah nyangka kalo kamu jadi begini.”(berputar, sok keren, sok kaget.)
Tiem: “loh, Kamu kenal aku? Tapi kok aku gak kenal kamu?”
Wargino:” tentu aja, udah sepuluh tahun berlalu sejak terakhir kita bertemu..”
Tiem:”emang nya, kamu siapa sih?”
Wargino:”I AM SPIDERMAN!!!”
Tiem:(terkejut, dengan mulut menganga…)
Wargino:” ayo lah, jangan member kesan bodoh pada diriku, aku WARGINO??”
Tiem: “WARGINO!!??
Wargino:” iya,, Wargino….”(wajah penuh harapan.)
Tiem: “WARGINO!!???”
Wargino:” benar Tiem, kamu passti mengenal ku.”(mata berkaca-kaca)
Tiem:”Wargino itu siapa sih?”
Wargino:”TTIIIIIDAAAAKKK!!!”(meraung tanpa alasan)
Tiem:”Hah???”
Wargino:”Ternyata, kau tidak mengenalku. Ternyata aku tidak ada di hatimu,, ternyata aku bukan siapa-siapa.”(kecewa, tapi tetap sok keren)
Tiem:”kamu ini siapa sih?”
Wargino: “Coba kamu inget, cowok yang ingus nya meler, poni sampe alis, bulu hidung panjang, terus mikir nya telat. Kamu pasti inget!”
Tiem:”bentar, kayak nya aku inget, jangan-jangan…… jangan-jangan… kamu…. Kamu… Ino??”(Ekspresi bertanya-tanya)
Wargino:” kamu bener banget…”
(Drama murahan mode ON)
(Wargino dan Tiem saling berlari menjauh, lalu berlari slow motion hendak berpelukan)
Tiem:”iiiiiiiiiiiiiiinooooooooo!!!!!”
Wargino:”Tiiiiiiiiiiieeeeeeeem!!!!!”
Tiem:”Inoooooooo!!!”
Wargino:”Iyaaaaa Tieeeeem……”
(Gubrak…. Wargino terjatuh karena tersandung batu.)
Tiem:”aku Cuma mau bilang, awas ada batu..”
Wargino:”Kirain, kamu mau peluk aku…”
Tiem:” eh, enggak boleh tau’, kita kan bukan mukhrim, ntar di hasut setan lagi.”
Wargino:”hm..Bener juga sih…., takut terjadi zina.”(sambil membersihkan pakaian nya lalu bangkit.)
Wargino:”oh iya Tiem, aku benar-benar merasa sakit, setelah tahu apa yang selama ini kamu anut, kenapa kamu lakuin ini semua?”
Tiem:”udah lah, No’, gak perlu di bahas!”
Wargino:” enggak bisa, Tiem. Aku tau kamu perempuan baik, pasti ada yang salah dengan dirimu.”
Tiem:”Diam lah, Ino. Ini bukan salah ku, ini semua salah tuhan, dia yang telah membuangku!”(sambil menunjuk ke langit)
Wargino:” apa maksud mu ,Tiem?”
Tiem: “kau tau, jika Ia memang adil, mengapa Ia biarkan ayah mati seperti itu?, Mengapa?”
Wargino:” itu adalah bentuk kasih sayangnya,Tiem.”
Tiem:”hah??? HAHAHAHAHa!!, Kasih sayang? Tuhan hanya sayang kepada orang-orang kaya, dia hanya cinta pada koruptor, sedangkan orang-orang seperti aku, tak pernah Ia gubris!”(dengan nada tinggi dan emosi yang meluap-luap)
Wargino:”Tiem, sadar lah. Ingat apa yang telah kau katakan!”
Tiem:” aku ingat, Walaupun agak melenceng dari naskah, tapi tetap nyambung ke dialog.”
Wargino:”Iya sih, bener juga, kamu memang hebat, dua jempol buat kamu, apa mau ditambah?”(sambil mengacungkan kedua jempolnya)
Tiem:”Emangnya jempol kamu ada berapa?”
Wargino:” ada LIMA!”
Tiem:”Hah? Satu..Dua..Ti… ah, udah ah.”(menghitung jempolnya sendiri)
Wargino:”hm, oh iya.. hampir lupa, gimana kabar Mak Net?”
Tiem:”kabar dia sih baik-baik buruk?”
Wargino:”Maksudnya?”
Tiem:”Ntar aja… kita pulang aja dulu kerumah aku, nanti, tanyain aja langsung ke orangnya, ini kan udah malem.”
Wargino:”bener, pake acara dingin-dinginan lagi.”
Lalu mereka berdua bergegas pulang.
Sepanjang perjalanan, tatapan mata Wargino tak pernah terlepas dari sosok perempuan itu.
Perempuan dengan segunung luka di dalam batin nya, dan sejumlah sakit pada jiwa nya. Tak ada setitik pun kecantikan yang di koma kan dari dirinya, Tiem, masih yang dulu. Wajah nya semanis MonoSodium Glutamat,tubuh nya tinggi, tapi tidak tinggi-tinggi banget, rambut nya hitam bagai hutan terbakar, bola matanya seperti ondel bakso mas senen, dan senyumnya, tak terlukiskan karena samar-samar.
Tiba-tiba, lamunan Wargino terhenti ketika Sutiem menghentikan langkah kakinya di depan sebuah gerbang bertulis kan “TEMPAT PEMAKAMAN UMUM KETIAK MASAM”.
Wargino:”Tiem, kok berenti sih, aku justru mau ngajak kamu lari.”
Tiem:” aku mau singgah sebentar.”
Wargino:”Kemana?”
Tiem:”Udah, ikut aja!”
Kemudian, Sutiem bergegas masuk ke TPU, di susul wargino. Ekspresi Sutiem berubah, setelah berada di sebelah makam yang layu dan rata dengan tanah, dengan nisan bertulis “ WARGONO BIN Bak Mi”.
Tiem:” ayah, ini aku yah, sutiem. Aku datang berkunjung.”
Suara:”Tiem, jangan malam ini datangnya..”
Tiem:”memangnya kenapa yah??”
Suara:”Ayah lagi rapat DPM, Dewan Perwakilan Mayat, ngebahas kasus korupsi penyelewengan dana anggaran rehabilitasi neraka, sama pengadaan fasilitas MRT dari alam kubur ke neraka.”
Tiem:”yah, maaf yah kalo gitu. Tiem pulang dulu ya, yah?”.
Suara:”Iya deh, ati-ati dijalan, salam buat ibu mu. Bilang, cepetan nyusulnya, ayah dah kangen.”
Tiem:”Okeh deh yah, ntar Tiem sampein.”
Tak lama, setelah rindu yang telah lama mengendap itu terlepaskan, Sutiem segera menarik Wargino yang ternyata hampir pingsan setelah menyaksikan apa yang baru ia saksikan.
Cukup jauh berjalan, akhirnya mereka berdua tiba dirumah berukuran dua belas kali sepuluh, sama dengan seratus dua puluh. Dengan cat warna pink, lalu di beri gambar mickey mouse,..
Wargino:” Eh, Narator.. kok kamu narasi in nya lebay banget, biasa aja kalik.”
Narator:”Eits.. apa maksud?? Berani nantangin narrator?”
Wargino:”Ini Negara demokrasi bung, eh, nona. Setiap orang di perbolehkan menyatakan pendapatnya!”
Narator:”terus,, gue harus loncat kea rung belakang kantin kejujuran sambil bilang ADAU gitu?”
Wargino:”Pokoknya, aku mau naratornya diganti.”
Narator:”Beraninya kamu!”
Narator cadangan:”udah lah, kamu siap-siap sana! Bentar lagi kan gilirran tampil. Biar aku yang gantiin.”
Narator:” oh iya ya.”
Maaf atas segmen yang tidak penting tadi, kita kembaali ke cerita. Sampai mana tadi, oh iya..
Wargino dan Sutiem kemudian Bergegas masuk. Hati Wargino begitu teriris ketika melihat sesosok perempuan tua terbaring di atas tikar.
Wargino:”Mak Net?”
Mak Net:”Oh, Kamu…”
Wargino:”Iya Mak Net, Ini aku…”
Mak Net:”Kamu siapa?”
Wargino:”Tidaaaak!!! Kenapa tidak ada yang mengenal ku? Ini aku Mak, Ino.”
Mak Net:” Ino? Ino yang ingus nya meler, poni sampe alis, bulu hidung panjang, terus mikir nya telat, bener kan?”
Wargino:” Bener Mak, aku Ino. Yang kejelekannya selalu di inget orang.”
Mak Net:” Gimana kuliah nya? Kata orang-orang kampung, kamu udah wisuda, dan sekarang kerja dikota, kerja apa sih kamu?”
Wargino:”Aku kerja sebagai…. Tukang ikan, mak.”(sambil menepuk-nepuk dada nya.)
Mak Net:”Kok jadi Tukang ikan, emangnya kamu sarjana apa an?”
Wargino:”Saya sih sarjana pertanian, tapi, susah nyari lahan di sini, alam nya udah rusak oleh TI mak, lubang Camoydimana-dimana, sungai aja udah keruh.”
Mak Net:” bener banget. Mungkin, kalo aja para Bos mau sedikit bertanggung jawab, ya aman-aman aja. Yang penting, kamu gak nganggur.”
Wargino:”ho oh mak, lebih baik saya jadi tukang ikan dari pada kelayapan atau trek-trek kan, Cuma ngabisin duit ortu ajah.”
Mak Net:”Pinter kamu, No’.”
Wargino:”Ya iya lah mak, kalo gak pinter, gak mungkin saya jadi tukang ikan.”
Mak Net:”Hah???”
Sutiem:”hm… No’, aku tinggalin bentar ya. Aku mau ke markas bentar. Laporan.”
Wargino:”Tunggu bentar.”
Tiem:”?????”
Wargino: “ini uang ngobrolnya,.”
Tiem: “oh iya, Hampir lupa, ehehehehe. Mak , Tiem pergi dulu ya, gak lama kok, paling-paling sampe pagi.”
Mak Net:” Terserah lo ajah, asal kan LO, GUE, seneng.”
Tiem:”oke deh. No’, titip emak ya, kalo dia laper, susunya ada di atas kulkas, kalo dia mau tidur, ayunan nya di siapin, terus, nyayiin lagu Mamak Bobo’, oke?”
Wargino:” okeh, tapi, ni orang, emak-emak atau bayi baru berojol sih?”
Tiem:”ahahahaha.”
Sutiem pun pergi meninggalkan rumah menuju panti. Disana, ia sudah ditunggu janggut Papi yang kutu-an.
Papi: “lama banget kamu datangnya?”
Tiem: “Ia Pap, Tiem enggak dapet pelanggan..”
Papi: “ apa? Enggak dapet pelanggan?”
Tiem: “Ia pap, tapi, Tiem ada uang, ambil aja semua nya, ada seratus lima puluh ribu.?
Papi: “hem, okeh… malam ini, kamu saya maafkan, tapi, kalo malem berikutnya masih kosong, ntar kamu bakal papi kasih hukuman!”
Tiem: “emangnya hukumannya apa sih pap?”
Papi: “hm.. hukuman nya…. Apa ya? Kan papi bilang ntar.”
Tiem: “ ya udah deh pap, kalo begitu.”
Papi: “hm, papi tinggal dulu ya, papi malu ke belakang, baca narasi, maklum, papi kan narrator cadangan.”
Tiem: “iya pap, iya…. Tiem pulang aja, ada tamu.”
Papi: “oke, sekalian saya bacain narasinya.”
Setelah selesai menyetorkan uang penghasilan nya, Tiem kembali ke rumah, namun langkah nya membeku mendengar percakapan antara wargino dan Mak net dari kuping pintu.
Mak Net: “mak gak tau,No. mak sebenarnya juga berat nerima semuanya, tapi mau gimana lagi, dunia sudah membuang kami, orang-orang meludah kalau melihat emak, tapi ngences kalau melihat si Tiem.”
Wargino: “begini mak, tidak ada jalan buntu asalkan kita berusaha. Mak, masih ada cara yang lebih baik, yang tidak memaksa melakukan apa yang sebenarnya kita benci.”
Mak Net: “entah lah No, Tiem hanya tamatan SMP, mana ada pekerjaan yang menghampirinya.”
Wargino: “kan bisa kerja swasta Mak, missal nya buka warung, ikut pasukan kuning, atau jadi kuli cuci dan asisten rumah tangga.”
Mak Net: “No, emak dan Tiem enggak punya cukup modal, uang kami habis kami sedekahkan, sedangkan kalo Tiem jadi kuli cuci, gengsi dong emak.”
Wargino: “yah, si emak, udah hidupnya melarat, pake acara gengsi.”
Mak Net: “eh, bentar ya No, kayaknya BB emak ada yang nge-PING.”
Wargino: “BB mak?”
Mak Net: “iya no, baru beli seminggu yang lalu, yah, karena tablet emak rusak karena kecemplung sumur.”
Wargino: “WOW? Oh, iya mak. Maaf sebelumnya, tapi saya mau nanyain masalah almarhum pak wargono, kenapa kepergian beliau begitu membuat Tiem terluka?”
Mak Net: “ tentu Tiem sayang terluka, karena beliau sebelum meninggal sangat menyayangi Sutiem, apa yang diingin kan Sutiem, selalu di penuhi. Emak sangat bangga pada beliau saat Sutiem meminta beliau untuk melempar anak tetangga ke danau, dan beliau mengabulkannya, tapi, esok harinya, beliau yang dilempar ayah si anak ke jurang, untung beliau baik-baik aja.”
Wargino: “hm, pasti beliau sangat perkasa.”
Mak Net: “tentu, ia juga sangat tampan, dulu dia rebutan di kampung, tapi emak yang di nikahinnya.”
Wargino: “ehm, jadi penasaran….”(menatap ke dek)
Mak Net: “nih foto nya…”
Wargino: “loh? Kok wajah nya mirip banget sama emak?”
Mak Net: “nama nya juga suami istri.”
Wargino: “Tuhan pasti sangat menyayangi beliau.”
Tiem: “Bohong!!!”(ekspresi kesal sembari menunjuk ke wajah wargino.)
Wargino: “aku enggak bohong, Tuhan memang paling mengerti tentang makhluk ciptaan-Nya.”
Tiem: “jangan pernah menyebut-nyebut soal Tuhan, seakan-akan kau yakin Ia selalu benar.”
Wargino: “sadarlah Tiem, sadar!”(sambil menggenggam kedua tangan Tiem)
Tiem: “ sadar? Kamu pikir aku ayan? Dengar, Jika Tuhan memang menyayangi ayah, mengapa tega-tega nya Ia mengambil ayah yang selalu taat padanya dengan cara yang keji? Mengapa Ia hanya menonton ketika ayah dipukuli dan di bakar warga?”(sambil membanting tangan WArgino)
Mak Net: “Tiem, tidak baik begitu, Ino kan tamu.”
Tiem: “emak, aku tidak suka jika Ia membenarkan Tuhan, agar dia mengerti perasaan orang seperti kita.”
Mak Net: “tapi Ino tidak bermaksud begitu, sadar lah Nak, jangan terhasut setan.!”
Tiem: “Mak?”
Mak Net: ?
Tiem: “lusa Tiem beliin laptop merk Apple yang terbaru.”
Mak Net: “janji?”
Tiem: “janji.”(berbalik badan sambil berpangku tangan)
Mak Net: “asik, ehm, nak Ino, kayak nya Tiem terbawa emosi karena ngantuk, kamu pulang aja dulu ya, Tiem mau istirahat.”
Wargino: “iya deh Mak, saya juga mau istirahat, pulang dulu mak, assalamualaikum?”
Mak Net: “wa.. wa.. alai… ehm Tiem, gimana sih jawabnya? Mak lupa?”
Tiem: “Waalaikumsalam..”
Wargino: “ makasih atas hidangannya ya, Mak?”
Mak Net: “iya, nanti bayarnya di depan aja ya,No?”
Wargino: “Bayar? Ya udah deh, saya pulang dulu ya mak.”(sungkem dengan emak)
Mak Net: “ iya, hati-hati di jalan, ada jurang, lompat.”(menepuk bahu Wargino)
Wargino: “iya mak.” (menuju pintu lalu keluar)
Mak Net: “jangan lupa yem, laptopnya.”
Tiem: “iya deh MAK, Tiem mau tidur dulu, ngantuk.”
Mak Net: “mimpi indah.”
Sutiem pun pergi tidur, sementara itu, Wargino tak bisa tidur. Ia hanya duduk melamun di kamarnya.
Wargino: “kamu memang cantik,Yem. Kamu manis banget. Karena lama di deket kamu, aku di kerumunin ama semut api ampe bentol-bentol.”
Narator: “kamu belum ngantuk No?”
Wargino: “belum pak narrator. Masih mikirin Sutiem.”
Narator: “sepertinya kamu terkena virus FIL.”
Wargino: “virus apaan tu?”
Narator: “Virus Fallin In Love, alias jatuh cinta, gejalanya, kamu bakalan kena insomnia, detak jantung tak normal,pikiran tak tertuju, terus lidah kamu bakal rusak.”
Wargino: “Lidah ku rusak?”
Narator: “Betul, karena orang-orang bilang, kalau sudah jatuh cinta, taik kucing pun jadi rasa coklat.”
Wargino: “emangnya bener?”
Narator: “udah, kemarin saya ngabisin semangkok.”
Wargino: “hah? Uwek.” ( mual tiba-tiba.)
Narrator: Ngomong-ngomong, apa yang bikin kamu jatuh cinta sama dia? Dia kan pelacur?”
Wargino: “entah lah pak,saya hanya merasa ada sebuah keindahan di dalam dirinya, itulah yang memancar di matanya, ada sesuatu.”
Narator: “emang nya ada apa an? Ada pelangi?”
Wargino: “kayak lagu jamrud dong, ada yang lain disnyum mu, yang membuat lidah ku, gugup tak bergerak, ada pelangi… di bola matamu, yang memaksa diri, tuk bilang, aku sayang padamu…”
Narator: “wah, wah, bener kan?”
Wargino: “ya bukan lah.”
Narator: “terus apaan?”
Wargino: “ada belek!”
Narrator: “?”
Wargino: “udah, gak usah di pikirin, lanjutin narasinya, hemat durasi. Saya mau tidur.”
Narator: “oke deh bos, aku lanjutin.”
Malam akhirnya memaksa Wargino terlelap, rembulan dan bintang-bintang memeluknya dalam ketenangan, tapi ia gelisah, dalam mimpinya, ia bertemu pak Wargono.
Wargono: “Ino….”
Wargino: “Pak Wargono?”
Wargono: “jaga lah Sutiem… lindungi ia… bawa ia ke jalan yang benar….”(mundur, menjauh, dan hilang.
Bayangan itu menjauh, perlahan menghilang, dan membuat Wargino tersentak dan terbangun dari tidurnya. pertama-tama ia melihat handphone nya, ada sms dari nomor yang tidak di ketahui berisikan “Ino, ketemuan yuk, jam delapan, di tepi danau tempat ayah ku dulu melempar kakak mu, by Sutiem.”
Hati Wargino sangat bahagia, tapi kemudian ia sangat terkejut, karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit. Ia bergegas, mengunci rumah nya, lalu pergi tanpa mandi dan mengganti celananya yang…. “BASAH KARENA OMPOL”.
Ia berusaha berlari secepatnya menuju danau, hingga akhirnya ia melihat sesosok perempuan yang duduk menatap ke danau, menyaksikan seorang bapak yang panic karena anak nya kelelep, lalu Wargino mendekati perempuan itu.
Wargino: “Sutiem, maaf ya aku telat.”(menarik bahu sutiem)
Tiem: “iya, No. Gak apa-apa, tapi yang jadi masalah, ompol kamu, baunya nyengat banget.”(menutup hidung)
Wargino: “eheehe. Maaf… ini lah bau cinta!” (sambil mengacungkan jempolnya.)
Sutiem: “ah, kamu bisa aja. Duduk dong.”
Wargino: “oh iya, ada apaan sih sampai-sampai kamu ngajakin aku ketemuan?”
Sutiem: “aku mau minta maaf, atas sifat aku semalem. Jujur, aku ke bawa emosi, dan udah nyakitin perasaan kamu.”
Wargino: “udah lah, gak usah di bahas, aku juga udah maafin kamu kok. Karena… karena….”
Tiem: “karena apa, No?”
Wargino: “karena aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu. Aku udah punya perasaan ini sejak smp, tapi kamu aja yang nggak ngasih aku kesempatan, dan sekarang, aku kembali kesini, untuk mu!”(memegang tangan Sutiem)
Tiem: “jangan bohong? Kamu Cuma kasian kan sama aku? Mana ada, orang yang mencintaiku, malahan mereka jijik, mereka mual melihat aku.”
Wargino: “Tidak, Yem. Aku sama sekali tak memperdulikan itu.. biarlah, kebaikan yang kau miliki menjadi hadiah untuk ku, dan keburukun yang kau miliki, menjadi tugas ku untuk membantumu memperbaikinya, lihat mata ku, yem… lihat!”
Tiem: “?”
Wargino: “iya, lihat dengan sepenuh hatimu… gak ada belek kan?”
Tiem: “enggak ada kok.” (malu-malu)
Wargino: “So?”
Tiem: “aku terima kamu, hm, yuk kita ke rumah, kasihan Emak, dia sakit.”
Wargino: “sakit? Kalo gitu kita harus cepet.”
Wargino dan Sutiem pun berlari secepat mungkin, mungkin karena semngat cinta sang dewa amor yang sedang membara dia ti mereka, atau karena kemungkinan kedua, yaitu mereka takut Mak Net meninggal sebelum mereka tiba. Meter demi meter mereka lalui bersama. Alhasil, nafas mereka Ngos-ngos an karena lelah berlari. Dan akhirnya, mereka berdua tiba di rumah yang didalam nya, Mak Net sedang terbaring lemah.
Tiem : “mak? Gimana? Udah mendingan belum?”
Mak Net: “uhuk uhuk guk guk… udah kok,yem.”
Wargino: “emangnya Emak sakit apa an?”
Mak Net: “Cuma gatel di tenggorokan, terus kepala pusing, and demam.”
Wargino: “Mungkin, emak kecapean mak.”
Tiem: “oh iya mak, Tiem baru inget, kemrin, di kuburan, ayah minta Tiem nyampein ke emak kalo dia udah kangen, katanya, emak di suruh cepet nyusul.”
Mak Net: “Wah.. udah gila tuh ayah kamu, masak nyumpahin istrinya mati, dia aja tuh yang mati!”
Wargino: “kan emang udah mati?”
Mak Net: “oh iya ya… Ino, Tiem, ada yang emak mau omongin.”
Tiem: “masalah?”
Mak Net : “masalah yang semalem emak dan Ino bicara in. Yem, emak udah gak mau lagi kalo kamu kerja jadi pelacur, lebih baik, kita hidup miskin, tapi kita di berkahi tuhan.”
Tiem: “ iya Mak, Tiem juga ngerasa udah kotor banget, tapi… apa Tuhan mau memaafkan kita, mak?
Wargino: “pasti mau, Yem. Asalkan di hati kamu ada niat dan tidak hangat-hangat taik ayam.”
Mak Net: “bener yem, sekarang, emak minta kamu datangin papi, sampai in kalo kamu mau pension.”
Tiem: “baik lah,mak. Tiem dan Ino akan pergi sekarang.”
Mak Net: “jangan Lupa, Minta pesangon!”
Tiem: “Oke Mak!!”
Tiem dan Wargino pun pergi menuju tempat papi. Hati Tiem berdebar membayangkan bagaimana respons papi ketika Ia datang menyampaikan nya, hingga Ia tiba.
Papi: “Loh, Tiem? Kenapa kamu ada disini?”
Tiem: “ begini Pap, Tiem mau ngundurin diri jadi pelacur, Tiem capek.”
Papi: “ngundurin diri kata mu? Ngundurin diri? Ahahaha… berani- beraninya kamu….”(menampar pipi Tiem)
Tiem: “silahkan siksa Tiem Pap , asalkan Tiem biisa berhenti dari pekerjaan ini.”
Papi: “kamu! Tidak tahu berterima kasih, kurang ajar kamu.” (bersiap menonjok Tiem)
Wargino: “hei bung, jangan beraninya sama perempuan!”(menahan tangan Papi)
Papi: “siapa kamu?”
Wargino: “aku adalah…”(sok keren)
Papi: “ ah, Kelamaan!” (memukul perut Ino)
Wargino: “kamu curang banget!”
Tiem: “tunggu sebentar, gini peraturannya, tidak boleh memukul di belakang kepala dan menendang bagian perut! Paham?”
Papi dan Wargino: “PAHAM!!!”
Tiem: “3…2…1… mulai!”
(Wargino dan papi berkelahi ala banci)
(Wargino dan Papi Perang menggunaakan Senapan.)
Merasa terdesak, Papi mengambil pisau dari saku nya, lalu berniat membunuh Wargino, tapi, ketika pisau itu menuju jantung Wargino, Ia merampasnya, lalu balik menghunus papi. Papi pun terkapar dan tewas.
Wargino: “aku tidak sengaja, aku tidak membunuhnya.”(menggaruk kepala, ketakutan, laulu jatuh pingsan.)
Tiem: “maaf kan aku mas, aku terpaksa meninggal kan mu.”
Melihat kesempatan yang ada, Sutiem segera memeriksa saku Wargino dan Papi, tak lupa Ia menulis pada sebuah kertas, lalu memasukkannya kedalam saku celana Wargino, dan setelah Ia berhasil mendapat sejumlah uang, Sutiem pun pergi.
Tak lama setelah kepergiannya, polisi datang dan menangkap Wargino yang di tuduh tersangka, hingga Ia di tahan di penjara. Ia merasa telah di tipu oleh Tiem, akan tetapi, semua nya reda setelah Ia membaca tulisan yang di selipkan Tiem, yang berbunyi:
“ Dear Mas Ino. Mas, aku bukan bermaksud meninggalkan mu mas, tapi jika aku juga tertangkap, maka tidak ada yang mengurusi emak, dan maaf mas, uang mas yang aku ambil itu untuk membeli obat emak, dan uang papi untuk membayar janji ku ke emak. Jika nanti kau sudah keluar dari penjara, kita ketemuan ya di danau itu… by Sutiem”
Wargino: ah… aku tak perduli… yang masih mengganggu pikiran ku, bagaimana ya kabar seprai ku yang penuh ompol?
Narator: “wah, Enggak tau,No, gak di certain di naskah. lagian cerita nya udah mau habis.”
Wargino: “yah…. Mau gimana lagi kalo gitu, tutup aja langsung nih cerita!”
Narator: “okeh.”
Hari demi hariterus berganti selama Wargino di penjara, dan Tiem, sudah tidak jadi pelacur lagi karena dia sudah naik pangkat jadi germo. Begini lah gambaran kecil kehidupan bangsa ini, banyak yang dapat kita lihat dan pelajari. Sekian cerita ini kami persembahkan, mohon maaf jika selama berjalannya cerita ada hal-hal yang menyinggung anda
ORANG KASAR
Karya ANTON CHEKOV
Saduran WS RENDRA
PELAKU:
Karya ANTON CHEKOV
Saduran WS RENDRA
PELAKU:
1. NYONYA MARTOPO : Janda muda, gundik seorang pemilik tanah
2. BAITUL BILAL : Seorang pemilik perkebunan
3. MANDOR DARMO : Yangan Kanan Nyonya Martopo
4. TIGA ORANG PEKERJA
Kejadian : Masa kini
DI SATU TEMPAT DAERAH PERKEBUNAN KOPI DI JAWA TIMUR. SUATU DAERAH YANG BERALAM INDAH, SEGAR DAN KAYA. DI SINILAH PEMILIK-PEMILIK PERKEBUNAN MEMPUNYAI RUMAH-RUMAH YANG BESAR, BAGUS DAN MEWAH.
MEREKA SUKA MEMELIHARA KUDA DAN WAKTU SENGGANG SUKA BERBURU TUPAI ATAU BURUNG. MEREKA SUKA PULA BERTAMASYA DENGAN KERETA DAN KUDA MEREKA YANG BAGUS.
KETIKA LAYAR DIBUKA, NAMPAKLAH KAMAR TAMU DI RUMAH TUAN MARTOPO YANG MEWAH ITU. PERABOTAN DI KAMAR ITU SERBA BAGUS. DI DINDING TERDAPAT TUPAI-TUPAI YANG DIISI KAPAS, TERPAKU DENGAN LUCU. JUGA TERDAPAT TANDUK-TANDUK RUSA, BURUNG-BURUNG BERISI KAPAS DIJADIKAN HIASAN DISANA-SINI. SEDANG DI LANTAI BEREBAHLAH SEEKOR HARIMAU YANG DAHSYAT YANG TENTU SAJA JUGA BERISI KAPAS.
BERMACAM GOLOK, PEDANG DAN SENAPAN ANGIN TERSIMPAN DI SEBUAH LEMARI KACA YANG BESAR.
PADA SUATU SIANG HARI, KIRA-KIRA JAM 12.00, DI KAMAR TAMU YANG MEWAH ITU, NYONYA MURTOPO, SANG JANDA, DUDUK DI ATAS SOFA SAMBIL MEMANDANG DENGAN PENUH LAMUNAN KE GAMBAR ALMARHUM SUAMINYA YANG GAGAH, BERMATA BESAR DAN BERKUMIS TEBAL ITU. MAKA MASUKLAH MANDOR DARMO YANG TUA ITU.
DARMO
Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan seperti ini. Hal ini tidak bisa dibenarkan, nyonya Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu bergurau di kebun sambil memetik tomat, semua yang bernafas sedang menikmati hidup ini, bahkan kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan berbahagia, berlari-lari kian kemari di halaman, berguling-guling di rerumputan dan menangkapi kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri nyonya sendiri di dalam rumah seakan-akan seorang suster di biara.
Ya, sebenarnyalah bila dihitung secara tepat, nyonya tak pernah meninggalkan rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun.
NYONYA
Dan saya tak akan pergi ke luar! Kenapa saya harus pergi keluar? Riwayat saya sudah tamat. Suamiku terbaring di kuburnya, dan sayapun telah mengubur diri saya sendiri di dalam empat dinding ini. Kami berdua telah sama-sama mati.
DARMO
Ini lagi ! Ini lagi ! Ngeri saya mendengarkannya, sungguh! Tuan Martopo telah mati, itu kehendak Allah, dan Allah telah memberikannya kedamaian yang abadi. Itulah yang nyonya ratapi dan sudah sepantasnya nyonya menyudahinya. Sekarang inilah waktunya untuk berhenti dari semua itu. Orang toh tak bisa terus menerus melelehkan air mata dan memakai baju hitam yang muram itu! Istri sayapun telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Saya berduka cita untuknya, sebulan penuh saya melelehkan air mata, sudah itu selesai sudah.
Haruskah orang berkabung selama-lamanya? Itu sudah lebih dari yang sepantasnya untuk suami nyonya!
(ia mengeluh) Nyonya telah melupakan semua tetangga nyonya. Nyonya tidak pergi keluar dan tidak menjamu seorangpun juga. Kita hidup, maafkanlah, seperti laba-laba, dan kita tak pernah menikmati cahaya matahari yang gemilang.
Pakaian-pakaian pesta telah dikerikiti tikus, seakan-akan tak ada lagi orang baik di dunia ini. Tetapi di daerah ini penuh dengan orang-orang yang menyenangkan. Di desa ini Perfini mengadakan location, wah, bintang-bintang filmnya kocak! Orang tak akan puas-puas melihat mereka. Setiap malam minggu mereka mengadakan malam pertemuan, bintang-bintang yang cantik pada bernyanyi dan Raden Ismail bermain pencak. Oh, nyonyaku, nyonyaku, nyonya masih muda dan cantik. Ah, seandainya memberi kesempatan pada semangat nyonya yang remaja itu… Kecantikan toh tak akan abadi. Jangan sia-siakan. Apabila sepuluh tahun lagi nyonya baru mau keluar ke pesta, ya, sudah terlambat!
NYONYA (Tegas)
Saya minta, jangan bicara seperti itu lagi. Pak Darmo telah tahu, bahwa sejak kematian mas Martopo, hidup ini tak ada harganya lagi bagi saya. Bapak kira aku ini hidup? Itu hanya nampaknya saja, mengertikah Pak Darmo? Oh, saya harap arwahnya yang telah pergi itu melihatbagaimana aku mencintainya. Saya tahu, ini bukan rahasia pula bagimu, suamiku sering tidak adil terhadap saya, kejam, dan ia tidak setia, tetapi saya akan setia, kepada bangkainya dan membuktikan kepadanya betapa saya bisa mencinta. Di sana, di akhirat ia akan menyaksikan bahwa saya masih tetap sebagai dulu.
DARMO
Apakah faedahnya kata-kata semacam itu, bila lebih patut nyonya berjalan di kebun atau memerintahkan orang memasang kuda kesayangan kita si Tobby dan si Hero di depan kereta, dan kemudian pergi pesiar ataupun mengunjungi para tetangga?
NYONYA (menangis)
DARMO (setelah keheranan sejenak)
Nyonyaku, nyonyaku, ada apa? Nyonya Martopo, demi Tuhan ada apa?
NYONYA
Suami sangat mencintai kuda itu, si Tobby itu. Ia selalu tahu mengendarainya apabila meninjau kebun-kebun. Bahkan ia pernah pula membawanya mendaki gunung Bromo. Ia sangat gagah kalau naik kuda. Alangkah gayanya apabila ia menarik kekang kuda dengan tangan-tangannya yang perkasa itu. Tobby, Tobby, berilah ia rumput dua kali lipat hari ini.
DARMO
Baiklah, nyonya, baik.
DI SATU TEMPAT DAERAH PERKEBUNAN KOPI DI JAWA TIMUR. SUATU DAERAH YANG BERALAM INDAH, SEGAR DAN KAYA. DI SINILAH PEMILIK-PEMILIK PERKEBUNAN MEMPUNYAI RUMAH-RUMAH YANG BESAR, BAGUS DAN MEWAH.
MEREKA SUKA MEMELIHARA KUDA DAN WAKTU SENGGANG SUKA BERBURU TUPAI ATAU BURUNG. MEREKA SUKA PULA BERTAMASYA DENGAN KERETA DAN KUDA MEREKA YANG BAGUS.
KETIKA LAYAR DIBUKA, NAMPAKLAH KAMAR TAMU DI RUMAH TUAN MARTOPO YANG MEWAH ITU. PERABOTAN DI KAMAR ITU SERBA BAGUS. DI DINDING TERDAPAT TUPAI-TUPAI YANG DIISI KAPAS, TERPAKU DENGAN LUCU. JUGA TERDAPAT TANDUK-TANDUK RUSA, BURUNG-BURUNG BERISI KAPAS DIJADIKAN HIASAN DISANA-SINI. SEDANG DI LANTAI BEREBAHLAH SEEKOR HARIMAU YANG DAHSYAT YANG TENTU SAJA JUGA BERISI KAPAS.
BERMACAM GOLOK, PEDANG DAN SENAPAN ANGIN TERSIMPAN DI SEBUAH LEMARI KACA YANG BESAR.
PADA SUATU SIANG HARI, KIRA-KIRA JAM 12.00, DI KAMAR TAMU YANG MEWAH ITU, NYONYA MURTOPO, SANG JANDA, DUDUK DI ATAS SOFA SAMBIL MEMANDANG DENGAN PENUH LAMUNAN KE GAMBAR ALMARHUM SUAMINYA YANG GAGAH, BERMATA BESAR DAN BERKUMIS TEBAL ITU. MAKA MASUKLAH MANDOR DARMO YANG TUA ITU.
DARMO
Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan seperti ini. Hal ini tidak bisa dibenarkan, nyonya Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu bergurau di kebun sambil memetik tomat, semua yang bernafas sedang menikmati hidup ini, bahkan kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan berbahagia, berlari-lari kian kemari di halaman, berguling-guling di rerumputan dan menangkapi kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri nyonya sendiri di dalam rumah seakan-akan seorang suster di biara.
Ya, sebenarnyalah bila dihitung secara tepat, nyonya tak pernah meninggalkan rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun.
NYONYA
Dan saya tak akan pergi ke luar! Kenapa saya harus pergi keluar? Riwayat saya sudah tamat. Suamiku terbaring di kuburnya, dan sayapun telah mengubur diri saya sendiri di dalam empat dinding ini. Kami berdua telah sama-sama mati.
DARMO
Ini lagi ! Ini lagi ! Ngeri saya mendengarkannya, sungguh! Tuan Martopo telah mati, itu kehendak Allah, dan Allah telah memberikannya kedamaian yang abadi. Itulah yang nyonya ratapi dan sudah sepantasnya nyonya menyudahinya. Sekarang inilah waktunya untuk berhenti dari semua itu. Orang toh tak bisa terus menerus melelehkan air mata dan memakai baju hitam yang muram itu! Istri sayapun telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Saya berduka cita untuknya, sebulan penuh saya melelehkan air mata, sudah itu selesai sudah.
Haruskah orang berkabung selama-lamanya? Itu sudah lebih dari yang sepantasnya untuk suami nyonya!
(ia mengeluh) Nyonya telah melupakan semua tetangga nyonya. Nyonya tidak pergi keluar dan tidak menjamu seorangpun juga. Kita hidup, maafkanlah, seperti laba-laba, dan kita tak pernah menikmati cahaya matahari yang gemilang.
Pakaian-pakaian pesta telah dikerikiti tikus, seakan-akan tak ada lagi orang baik di dunia ini. Tetapi di daerah ini penuh dengan orang-orang yang menyenangkan. Di desa ini Perfini mengadakan location, wah, bintang-bintang filmnya kocak! Orang tak akan puas-puas melihat mereka. Setiap malam minggu mereka mengadakan malam pertemuan, bintang-bintang yang cantik pada bernyanyi dan Raden Ismail bermain pencak. Oh, nyonyaku, nyonyaku, nyonya masih muda dan cantik. Ah, seandainya memberi kesempatan pada semangat nyonya yang remaja itu… Kecantikan toh tak akan abadi. Jangan sia-siakan. Apabila sepuluh tahun lagi nyonya baru mau keluar ke pesta, ya, sudah terlambat!
NYONYA (Tegas)
Saya minta, jangan bicara seperti itu lagi. Pak Darmo telah tahu, bahwa sejak kematian mas Martopo, hidup ini tak ada harganya lagi bagi saya. Bapak kira aku ini hidup? Itu hanya nampaknya saja, mengertikah Pak Darmo? Oh, saya harap arwahnya yang telah pergi itu melihatbagaimana aku mencintainya. Saya tahu, ini bukan rahasia pula bagimu, suamiku sering tidak adil terhadap saya, kejam, dan ia tidak setia, tetapi saya akan setia, kepada bangkainya dan membuktikan kepadanya betapa saya bisa mencinta. Di sana, di akhirat ia akan menyaksikan bahwa saya masih tetap sebagai dulu.
DARMO
Apakah faedahnya kata-kata semacam itu, bila lebih patut nyonya berjalan di kebun atau memerintahkan orang memasang kuda kesayangan kita si Tobby dan si Hero di depan kereta, dan kemudian pergi pesiar ataupun mengunjungi para tetangga?
NYONYA (menangis)
DARMO (setelah keheranan sejenak)
Nyonyaku, nyonyaku, ada apa? Nyonya Martopo, demi Tuhan ada apa?
NYONYA
Suami sangat mencintai kuda itu, si Tobby itu. Ia selalu tahu mengendarainya apabila meninjau kebun-kebun. Bahkan ia pernah pula membawanya mendaki gunung Bromo. Ia sangat gagah kalau naik kuda. Alangkah gayanya apabila ia menarik kekang kuda dengan tangan-tangannya yang perkasa itu. Tobby, Tobby, berilah ia rumput dua kali lipat hari ini.
DARMO
Baiklah, nyonya, baik.
Penculikan
Di sebuah rumah mewah dengan perabotan yang mahal, tampak dari ruang keluarga seorang pembantu yang tengah memasak di dapur. Tiba – tiba telepon berdering (kring…kring…). Dia langsung bergegas ke ruang tengah untuk mengangkat telepon sambil memegang ulekan di tangannya.
Bi’ Siti : (Mengangkat telepon) Halo…
Penculik : Apa benar ini kediaman Ibu Kiki?
Bi’ Siti : Ya, benar. Ini siapa ya?
Penculik : Saya penculik.
Bi’ Siti : Oh…tunggu sebentar ya! Bu ada telepon dari penculik! Eh…tunggu idulu, yang nelpon tadi…penculik…??? (Pingsan seketika)
Ibu Kiki : (Datang menghampiri Bi’ Siti) Ada apa sih Bi’? Ya ampun Bi’! Kok itidur disini sih?! (Sambil menutup gagang telepon)
(Tiba – tiba telepon berdering (kring…kring…). Ibu Kiki langsung duduk dan mengangkat ulekan. Ia mengira ulekan itu adalah telepon)
Ibu Kiki : (Mengangkat ulekan) Halo…halo…Aduh maaf ya, suaranya kurang ijelas nih…(Melihat ulekan yang dipegangnya) Oh iya salah… i(Kemudian mengangkat gagang telepon) Halo…
Penculik : Ini dengan Ibu Kiki?
Ibu Kiki : Ya dengan saya sendiri. Ini siapa ya?
Penculik : Saya penculik!
Ibu Kiki : Pe…pe…penculik?!
Penculiki: Ya, saya sudah berhasil menculik anak ibu. Kalau ingin anak ibu kembali, ibu harus membayar uang tebusan sebesar Rp 1 Milyar!
Ibu Kiki : Apa! 1 Milyar?!
Penculik : Ya! Dan ingat, jangan laporkan hal ini pada polisi!
Ibu Kiki : I…iya…ya…ya…Dimana saya memberikan uang tebusan itu?
Penculiki: Di rumah kosong, Gg. Sukabangkrut. Saya tunggu sampai jam 03.00 sore. (Menutup telepon)
Bi’ Siti :i(Tiba – tiba siuman) Laporin aja ke polisi bu! 1 Milyar itu kan banyak bu!
Ibu Kiki : Lho? Kok kamu dengar sih? Kamu tidur atau nguping?
Bi’ Siti : Mmm…dua – duanya bu…(Sambil menggaruk kepala) Tapi, pokok – nya laporin aja deh bu!
Ibu Kiki : Mmm…gimana ya? Ya udah deh…(Menelepon polisi) Halo, ini Kantor Polisi? (Terdiam sejenak)Tolong saya bu! Anak saya diculik. (Terdiam sejenak) Saya Ibu Kiki. Rumah saya di Jl. Sukasepi no. 4. Ya, Terima kasih ya bu. (Menutup telepon)
(Beberapa saat kemudian, Ibu Kiki sudah berada di depan rumah kosong yang dimaksud si penculik, bersama 2 orang polisi)
Polisi I : Ibu masuk dulu, kami akan mengawasi dari sini.
Polisi II: Ya. Kami akan mengintai dari sini. Jadi ibu nggak perlu khawatir.
Ibu Kiki : Iya…iya…( Masuk ke dalam rumah kosong itu).
(Kemudian si penculik itu keluar sambil membawa anak Ibu Kiki yang diculiknya)
Penculik : Anda Ibu Kiki?
Ibu Kiki : Iya benar, saya Ibu Kiki.
Penculik : Anda membawa uang tebusannya?
Ibu Kiki : Ya, saya membawanya. Kembalikan anak saya!
Penculik : Enak aja! Duitnya dulu dong! Baru anaknya saya kembalikan.
Ibu Kiki : Nih! (Menyerahkan kantong plastik yang dibawanya pada penculik)
Penculik : Ini isinya duit?!
Ibu Kiki : Ya iyalah…dah tau nanya!
Penculik : Nggak bermodal banget sih! Pake koper kek! Mana isinya duit receh lagi! (Sambil menggoyang – goyangkan kantong plastik itu).
Ibu Kiki : Eh! Emang beli koper nggak pake’ duit apa?! Lagian kan yang penting isinya duit!
Penculik : Huh, ya udah deh nggak apa – apa. (Membuka kantong plastik itu) Hmm…niat banget nih ibu – ibu ngasih gue duit…(Bicara dalam hati).
Ibu Kiki : Ya iyalah…secara gitu loh…orang kaya…(Bicara dalam hati).
Penculik : Nih! Anak ibu saya kembalikan! (Sambil mendorong Dian, anak Ibu Kiki ke arah Ibu Kiki).
Dian : Mama! (Sambil memeluk Ibu Kiki).
Ibu Kiki : Ya ampun Dian! Mama khawatir banget sama kamu sayang! Eh, ini dibuka dulu ya. (Sambil membuka plastik yang menutupi kepala Dian) Ha…! Lho kok…anak saya jadi jelek kayak gini sih, ini bukan anak saya!
Penculik : Lho?! Jadi ini bukan anak ibu?
Ibu Kiki : Ya…kayaknya sih dia emang anak saya, tapi dulu dia itu cantik. Nggak kayak gini! Ya udah deh, dia saya ikhlasin aja buat kamu! (Sambil mendorong Dian ke arah penculik).
Penculik : Ogah ah! Anggap saja anak ini adalah kenang –kenangan dari saya untuk ibu dan uang ini sebagai kenang – kenangan dari ibu untuk saya. (Sambil mendorong Dian ke arah Ibu Kiki)
(Tiba – tiba saja polisi muncul dengan mendobrak pintu)
Polisi I : Angkat tangan! (Sambil menodongkan pisang).
Polisi II : Eh! Itu…(Sambil menunjuk ke arah pisang itu).
Polisi I : Oh iya, maaf!
Polisi II : Angkat tangan!
Penculik : Iya, dari tadi juga dah angkat tangan kok!
Polisi I : Kalian berdua ditangkap!
Ibu Kiki : Lho! Kok saya juga ditangkap sih?! Kan yang nyulik anak saya itu dia! (Sambil menunjuk si penculik) Saya ini kan ibunya! (Sambil menunjuk Dian)
Polisi II : Dia ditangkap karena menculik anak ibu dan ibu ditangkap karena menolak anak ibu sendiri.
Ibu Kiki : Apa?! Tapi kan…
Polisi I : Sudah! Menjelaskannya nanti saja di Kantor Polisi!
Akhirnya polisi membawa Ibu Kiki dan si penculik ke Kantor Polisi. Sementara itu, Dian dipulangkan ke rumahnya.
Cinderella Serta Putri Rakus
cinderella yaitu seorang gadis yang cantik jelita. tetapi, dia kehilangan orang yang amat dicintainya yakni ibunya. saat ayahnya menikah serta pergi meninggalkannya, hidupnya makin menderita. dia senantiasa diperlakukan layaknya pembantu oleh ibu serta saudara tirinya.
pada waktu itu, sang ratu mengadakan acara pesta dansa untuk mencari jodoh untuk pangeran. cinderella pingin sekali pergi ke pesta itu, tetapi ibu serta saudara tirinya tidak menijinkannya. namun dengan pertolongan peri, cinderella dapat pergi ke pesta itu dengan syarat kembali ke tempat tinggal sebelum saat jam 12 malam dikarenakan sesudah jam 12 malam keajaiban itu dapat hilang.
sesudah jam 12 malam, cinderella meninggalkan istana. tetapi, tanpa sengaja, dia meninggalkan sepatu bot yang paling disayanginya. pangeran yang telah jatuh hati padanya, mengadakan sayembara siapa saja yang ukuran kakinya cocok dengan sepatu bot istimewa tersebut, dapat menikah dengannya.
saat cinderella coba sepatu bot istimewa tersebut, nyatanya pas serta cinderella juga memiliki pasangan sepatu bot yang lain. pangeran lalu segera melamar cinderella. sesudah itu, pangeran membawa cinderella ke istana. tetapi, cerita itu belum selesai.
saat sang pangeran membawa cinderella ke istana. . . .
( di arena telah ada ratu serta putri irakus yang tengah duduk di kursi. cinderella serta pangeran masuk ke arena )
ratu : ( berdiri lantas menunjuk cinderella ) siapa wanita ini, pangeran ?
pangeran : ini yaitu wanita yang dapat jadi istriku.
ratu : kau meyakini memilih wanita layaknya ini ?
pangeran : ya, kami telah saling menyukai. ( cinderella serta pangeran saling bertatap muka, berpegangan tangan, serta tersenyum. )
ratu : apa ? kau tentukan wanita layaknya ini yang tampang pembantu ? apa kata bu nia ?
cinderella : apa kata dunia, ratu.
ratu : ya. itu maksudku.
pangeran : meskipun tampilannya layaknya pembantu, namun hatinya layaknya emas 24 karat.
ratu : kau katakan hatinya layaknya emas karatan ? namun pangeran. bunda telah mendapatkan pasangan yang pas untukmu pangeran. dia yaitu putri dari kerajaan jatuh bangun.
pangeran : namun bunda. . . .
ratu : dia yaitu wanita yang amat cantik. lagipula dia yaitu wanita yang baik hati, tidak sombong, serta rajin menabung. jika kerajaan kita bersatu dengan kerajaan jatuh bangun, dapat jadi kerajaan yang amat besaaar.
pangeran : namun saya amat mencintainya, bunda.
ratu : tidak bisa ! pokoknya kau mesti menikah dengan putri irakus.
pangeran : hah ? irakus ? nama yang aneh. namun saya terus tidak ingin.
ratu : mesti akan !
pangeran : tidak ingin !
ratu : pokoknya mesti !
pangeran : tidak akan !
ratu : mesti !
pangeran : akan. eh tidak ingin !
ratu : basic anak durhaka kau !
pangeran : lho, kok lantas kaya malin kundang ?
ratu : kurang ajar kau ! telah membantah perintah orang tua ! ( ratu nyaris menampar pangeran )
pangeran : marah…. merongos….. geser agama…….. ! ! !
raja : ( masuk ke arena ) stop.. ! ! ada apa ini ? siapa wanita itu ? ( menunjuk cinderella )
pangeran : ini yaitu calon istriku, ayahanda.
raja : oh, ini calon istrimu. lantas wanita ini yang memenangkan sayembara sepatu bot itu. ( sembari melirik sepatu bot yang digunakan cinderella )
pangeran : iya, ayahanda. dia apalagi memiliki pasangan sepatu bot yang lain.
ratu : namun saya telah mendapatkan jodoh bikin pangeran ! dia yaitu putri dari kerajaan jatuh bangun.
raja : ya telah. itu terserah pangeran saja !
ratu : namun, raja. saya tidak setuju dengan keputusanmu. periode pangeran menikah sama pembantu layaknya itu. janganlah gila donk !
raja : ( berfikir sesaat ) ya. telah. bagaimana bila kita adakan satu persaingan ?
putri irakus : ( berdiri ) persaingan layaknya apa, yang mulia ?
raja : bila kau menang dalam persaingan itu, kau yang dapat menikahi pangeran. bila wanita itu yang menang, dia yang dapat menikah dengan pangeran. ada yang tidak setuju dengan kuputusanku ?
ratu : lagi-lagi kau berikan ketentuan yang aneh ! sesudah kau serta pangeran mengadakan sayembara sepatu bot aneh itu !
putri irakus : baiklah bila demikian, saya terima, yang mulia.
ratu : apa ? kau terima tantangan aneh itu ? ( marah )
putri irakus : sudahlah bibi. saya dapat berkompetisi secara sportif.
ratu : apa ? ? kau panggil saya bibi ? memangnya saya bibimu apa ? ( makin marah )
putri irakus : oh ! maksudku ibunda ratu. lagipula saya meyakini saya dapat mengalahkan wanita itu.
cinderella : ( mengacungkan tangan )
raja : ada apa, nona ? kau tidak setuju dengan keputusanku ?
cinderella : saya setuju dengan ketentuan yang mulia.
raja : lantas, mengapa kau mengacungkan tangan ?
cinderella : sesungguhnya, saya keberatan dipanggil dengan sebutan wanita itu. saya kan juga punya nama.
raja : oh ya. kau belum memperkenalkan diri. siapa namamu ?
cinderella : namaku cinderella.
ratu : cinderella ? gadis cerobong asap. nama yang sangat aneh yang dulu kudengar. tengok dirimu ! kau memanglah pantas memperoleh nama itu !
cinderella : sesungguhnya itu hanya nama panggilanku saja. nama itu didapatkan dari ibu serta saudara-saudara tiriku yang senantiasa jahat padaku.
ratu : dapat kali tidak curhat ! !
raja : bila demikian, siapa nama aslimu ?
cinderella : siapa saja,, boleeeeeeeeh
raja : wa wa waduuhhhh,
cinderella : iya iya. nama asliku yaitu mocu claudia abraba bella sintia cornelius protectus alfonso equil da barbara margaretha.
putri irakus : namun, namaku juga tidak kalah panjangnya dengan cinderella. saya dapat menyebutkannya saat ini.
raja : stop ! mengapa kita lantas mempeributkan nama ?
( seluruh terdiam sesaat )
raja : bagaimana denganmu, pangeran ? kau setuju ?
pangeran : hmmhhh setuju tidak ya ? ? huahhaaa iya deh setuju saja.
ratu : apa ? kau terima juga ketentuan aneh itu ? namun kau membantah perintahku ?
raja : okelah bila demikian, persaingan diawali besok pagi jam 9. 00 s/d selesai.
ratu : namun, persaingan layaknya apa baginda ?
raja : persaingan yang dapat digelar yakni persaingan menjahit kalian siap ?
cinderella & putri irakus : siap, yang mulia.
raja : ya telah. ku tunggulah besok ya. dah ! ( meninggalkan arena kemudian disusul dengan cinderella serta pangeran sembari bergandengan tangan )
ratu : kita mesti menyusun gagasan agar cinderella kalah dalam persaingan itu.
putri irakus : yess, i agree with you.
ratu : sini, saya bisikin.
putri irakus : ih… geli !
ratu : akan tidak ?
putri irakus : iya, iya.
putri irakus : itu inspirasi berlian !
ratu : brilian.
putri irakus : ya. itu maksudku.
ratu & putri irakus : ha ha ha ha ha. . . .
( ratu serta putri irakus meninggalkan arena ).
esok harinya. . . .
( seluruh masuk arena )
raja : kalian telah siap melaksanakan persaingan ?
cinderella & putri irakus : ya iyalah. . . .
raja : persaingan ini yakni persaingan menjahit baju untuk pangeran. peraturannya amat mudah. kalian mesti bikin sesuatu baju untuk pangeran kurun waktu satu malam. baju yang kalian bikin mesti diserahkan besok pagi. kalian tahu dengan peraturannya ?
cinderella & putri irakus : tahu, yang mulia.
raja : saat ini, kalian dapat mengawali pembuatan baju kalian.
cinderella : baiklah yang mulia, kami berdua pamit saat ini.
( cinderella & putri irakus pergi meniggalkan arena disusul dengan raja )
malamnya, cinderella mulai menjahit.
( cinderella masuk membawa kain serta berpura-pura menjahit, kemudian pengawal masuk ).
pengawal : nona cinderella. anda dipanggil
cinderella : dipanggil siapa.. ? ? !
pengawal : yang maha kuasa, ya tidak lah. dipanggil raja nohh……..
cinderella : oh, baiklah bila demikian.
( cinderella serta pengawal meninggalkan arena, kemudian datang putri irakus )
putri irakus : ( datang lantas merobek pakaian buatan cinderella ) dengan begini. kau tentu kalah, cinderella. ha ha ha ha ! ( meninggalkan arena, kemudian sebagian detik kemudian cinderella datang ).
cinderella : tidak ! siapa yang berani lakukan ini ? ( mengambil kain yang sudah dirobek ) aduh, tentu saya dapat kalah dalam persaingan ke-2 ini. apa yang perlu kulakukan ? ( menangis, kemudian keluar arena ).
esok harinya. . . .
( raja, pangeran, ratu, & pengawal masuk )
raja : selanjutnya tiba waktunya untuk penentuan pemenang dari persaingan ke-2 ini. pada putri irakus, silakan masuk serta menunjukkan baju buatannya.
( putri irakus masuk sembari menunjukkan baju buatannya )
putri irakus : ini yang mulia. ini yaitu baju yang saya bikin.
raja : cukup bagus. bila bisa tahu, apa bahan yang kau gunakan untuk bikin baju ini ?
putri irakus : baju ini dibikin dari berbagai jenis kulit. kulit unta, kulit pisang, kulit domba, kulit gajah, kulit cheetah, serta tidak lupa juga ditambahkan dengan kulit kodok.
pangeran : wow ! unik sekali !
ratu : sudah pasti ! siapa dulu yang membuatnya ? putri irakus. . . .
raja : saat ini, tiba giliran cinderella. cinderella, waktunya kau masuk serta membawa baju buatanmu.
satu jam kemudian. . .
( cinderella tidak muncul-muncul )
dua jam kemudian. . . .
( cinderella tidak nampak juga )
krik krik krik krik…….
raja : kemana sih cinderella itu ? kok belum muncul-muncul. pengawal ! mencari cinderella !
pengawal : baik ( kemudian keluar arena )
putri irakus : barangkali dia belum merampungkan baju buatannya. atau barangkali dia sekalipun tidak dapat menjahit.
raja : tunggulah dulu ! pengawal kita kan tengah mencari dia. pliss deh ! tunggulah bentar donk ah !
sebagian menit kemudian. . . .
cinderella : ( datang terburu-buru serta pengawal menyusul di belakang cinderella )yang mulia, maaf…saya terlambat.
raja : dari tempat mana saja anda cinderella ? kami telah menanti anda, cinderella.
cinderella : begini yang mulia, seseorang sudah merobek baju yang saya bikin untuk pangeran.
ratu : alaah ! sangat itu hanya alasan anda saja.
cinderella : tidak ! seluruh itu benar ! ini buktinya.
( memberikan baju robek ke raja serta kemudian ke pemirsa )
ratu : alah ! sangat anda yang merobek baju itu.
cinderella : tidak ! itu tidak benar ! sumpah !
raja : sudahlah !
putri irakus : namun ratu, bukannya kita yang merobek baju punya cinderella itu ? alamaaak, keceplosan akuu..
seluruh : ooo…
raja : lantas, kalian yang merobek baju cinderella itu ?
ratu : bukan hanya saya ! itu putri irakus ! ( menunjuk putri irakus )
putri irakus : namun itu kan inspirasi ratu !
raja : sudah-sudah ! lantas saya putuskan yang dapat menikah dengan pangeran yaitu. . . . cinderella !
putri irakus : tidak !
( pengawal menyeret putri irakus pergi )
ratu : dengan amat berat hati, saya terima kau lantas menantuku, cinderella.
pangeran : selanjutnya kita dapat bersatu, cinderella.
cinderella : iya. pangeran.
( ratu & raja meninggalkan arena )
pangeran : kita dapat mengawali hidup baru tanpa ada yang menggangu. saya cinta karo koe cinderella….
cinderella : iya. saya juga. huahaha
selanjutnya, sesudah berbagai jenis persaingan ditempuh, cinderella bisa bersatu dengan pangeran. mereka lalu hidup bahagia selamanya. . semoga artikel naskah drama ini dapat menolong sahabat
cinderella yaitu seorang gadis yang cantik jelita. tetapi, dia kehilangan orang yang amat dicintainya yakni ibunya. saat ayahnya menikah serta pergi meninggalkannya, hidupnya makin menderita. dia senantiasa diperlakukan layaknya pembantu oleh ibu serta saudara tirinya.
pada waktu itu, sang ratu mengadakan acara pesta dansa untuk mencari jodoh untuk pangeran. cinderella pingin sekali pergi ke pesta itu, tetapi ibu serta saudara tirinya tidak menijinkannya. namun dengan pertolongan peri, cinderella dapat pergi ke pesta itu dengan syarat kembali ke tempat tinggal sebelum saat jam 12 malam dikarenakan sesudah jam 12 malam keajaiban itu dapat hilang.
sesudah jam 12 malam, cinderella meninggalkan istana. tetapi, tanpa sengaja, dia meninggalkan sepatu bot yang paling disayanginya. pangeran yang telah jatuh hati padanya, mengadakan sayembara siapa saja yang ukuran kakinya cocok dengan sepatu bot istimewa tersebut, dapat menikah dengannya.
saat cinderella coba sepatu bot istimewa tersebut, nyatanya pas serta cinderella juga memiliki pasangan sepatu bot yang lain. pangeran lalu segera melamar cinderella. sesudah itu, pangeran membawa cinderella ke istana. tetapi, cerita itu belum selesai.
saat sang pangeran membawa cinderella ke istana. . . .
( di arena telah ada ratu serta putri irakus yang tengah duduk di kursi. cinderella serta pangeran masuk ke arena )
ratu : ( berdiri lantas menunjuk cinderella ) siapa wanita ini, pangeran ?
pangeran : ini yaitu wanita yang dapat jadi istriku.
ratu : kau meyakini memilih wanita layaknya ini ?
pangeran : ya, kami telah saling menyukai. ( cinderella serta pangeran saling bertatap muka, berpegangan tangan, serta tersenyum. )
ratu : apa ? kau tentukan wanita layaknya ini yang tampang pembantu ? apa kata bu nia ?
cinderella : apa kata dunia, ratu.
ratu : ya. itu maksudku.
pangeran : meskipun tampilannya layaknya pembantu, namun hatinya layaknya emas 24 karat.
ratu : kau katakan hatinya layaknya emas karatan ? namun pangeran. bunda telah mendapatkan pasangan yang pas untukmu pangeran. dia yaitu putri dari kerajaan jatuh bangun.
pangeran : namun bunda. . . .
ratu : dia yaitu wanita yang amat cantik. lagipula dia yaitu wanita yang baik hati, tidak sombong, serta rajin menabung. jika kerajaan kita bersatu dengan kerajaan jatuh bangun, dapat jadi kerajaan yang amat besaaar.
pangeran : namun saya amat mencintainya, bunda.
ratu : tidak bisa ! pokoknya kau mesti menikah dengan putri irakus.
pangeran : hah ? irakus ? nama yang aneh. namun saya terus tidak ingin.
ratu : mesti akan !
pangeran : tidak ingin !
ratu : pokoknya mesti !
pangeran : tidak akan !
ratu : mesti !
pangeran : akan. eh tidak ingin !
ratu : basic anak durhaka kau !
pangeran : lho, kok lantas kaya malin kundang ?
ratu : kurang ajar kau ! telah membantah perintah orang tua ! ( ratu nyaris menampar pangeran )
pangeran : marah…. merongos….. geser agama…….. ! ! !
raja : ( masuk ke arena ) stop.. ! ! ada apa ini ? siapa wanita itu ? ( menunjuk cinderella )
pangeran : ini yaitu calon istriku, ayahanda.
raja : oh, ini calon istrimu. lantas wanita ini yang memenangkan sayembara sepatu bot itu. ( sembari melirik sepatu bot yang digunakan cinderella )
pangeran : iya, ayahanda. dia apalagi memiliki pasangan sepatu bot yang lain.
ratu : namun saya telah mendapatkan jodoh bikin pangeran ! dia yaitu putri dari kerajaan jatuh bangun.
raja : ya telah. itu terserah pangeran saja !
ratu : namun, raja. saya tidak setuju dengan keputusanmu. periode pangeran menikah sama pembantu layaknya itu. janganlah gila donk !
raja : ( berfikir sesaat ) ya. telah. bagaimana bila kita adakan satu persaingan ?
putri irakus : ( berdiri ) persaingan layaknya apa, yang mulia ?
raja : bila kau menang dalam persaingan itu, kau yang dapat menikahi pangeran. bila wanita itu yang menang, dia yang dapat menikah dengan pangeran. ada yang tidak setuju dengan kuputusanku ?
ratu : lagi-lagi kau berikan ketentuan yang aneh ! sesudah kau serta pangeran mengadakan sayembara sepatu bot aneh itu !
putri irakus : baiklah bila demikian, saya terima, yang mulia.
ratu : apa ? kau terima tantangan aneh itu ? ( marah )
putri irakus : sudahlah bibi. saya dapat berkompetisi secara sportif.
ratu : apa ? ? kau panggil saya bibi ? memangnya saya bibimu apa ? ( makin marah )
putri irakus : oh ! maksudku ibunda ratu. lagipula saya meyakini saya dapat mengalahkan wanita itu.
cinderella : ( mengacungkan tangan )
raja : ada apa, nona ? kau tidak setuju dengan keputusanku ?
cinderella : saya setuju dengan ketentuan yang mulia.
raja : lantas, mengapa kau mengacungkan tangan ?
cinderella : sesungguhnya, saya keberatan dipanggil dengan sebutan wanita itu. saya kan juga punya nama.
raja : oh ya. kau belum memperkenalkan diri. siapa namamu ?
cinderella : namaku cinderella.
ratu : cinderella ? gadis cerobong asap. nama yang sangat aneh yang dulu kudengar. tengok dirimu ! kau memanglah pantas memperoleh nama itu !
cinderella : sesungguhnya itu hanya nama panggilanku saja. nama itu didapatkan dari ibu serta saudara-saudara tiriku yang senantiasa jahat padaku.
ratu : dapat kali tidak curhat ! !
raja : bila demikian, siapa nama aslimu ?
cinderella : siapa saja,, boleeeeeeeeh
raja : wa wa waduuhhhh,
cinderella : iya iya. nama asliku yaitu mocu claudia abraba bella sintia cornelius protectus alfonso equil da barbara margaretha.
putri irakus : namun, namaku juga tidak kalah panjangnya dengan cinderella. saya dapat menyebutkannya saat ini.
raja : stop ! mengapa kita lantas mempeributkan nama ?
( seluruh terdiam sesaat )
raja : bagaimana denganmu, pangeran ? kau setuju ?
pangeran : hmmhhh setuju tidak ya ? ? huahhaaa iya deh setuju saja.
ratu : apa ? kau terima juga ketentuan aneh itu ? namun kau membantah perintahku ?
raja : okelah bila demikian, persaingan diawali besok pagi jam 9. 00 s/d selesai.
ratu : namun, persaingan layaknya apa baginda ?
raja : persaingan yang dapat digelar yakni persaingan menjahit kalian siap ?
cinderella & putri irakus : siap, yang mulia.
raja : ya telah. ku tunggulah besok ya. dah ! ( meninggalkan arena kemudian disusul dengan cinderella serta pangeran sembari bergandengan tangan )
ratu : kita mesti menyusun gagasan agar cinderella kalah dalam persaingan itu.
putri irakus : yess, i agree with you.
ratu : sini, saya bisikin.
putri irakus : ih… geli !
ratu : akan tidak ?
putri irakus : iya, iya.
putri irakus : itu inspirasi berlian !
ratu : brilian.
putri irakus : ya. itu maksudku.
ratu & putri irakus : ha ha ha ha ha. . . .
( ratu serta putri irakus meninggalkan arena ).
esok harinya. . . .
( seluruh masuk arena )
raja : kalian telah siap melaksanakan persaingan ?
cinderella & putri irakus : ya iyalah. . . .
raja : persaingan ini yakni persaingan menjahit baju untuk pangeran. peraturannya amat mudah. kalian mesti bikin sesuatu baju untuk pangeran kurun waktu satu malam. baju yang kalian bikin mesti diserahkan besok pagi. kalian tahu dengan peraturannya ?
cinderella & putri irakus : tahu, yang mulia.
raja : saat ini, kalian dapat mengawali pembuatan baju kalian.
cinderella : baiklah yang mulia, kami berdua pamit saat ini.
( cinderella & putri irakus pergi meniggalkan arena disusul dengan raja )
malamnya, cinderella mulai menjahit.
( cinderella masuk membawa kain serta berpura-pura menjahit, kemudian pengawal masuk ).
pengawal : nona cinderella. anda dipanggil
cinderella : dipanggil siapa.. ? ? !
pengawal : yang maha kuasa, ya tidak lah. dipanggil raja nohh……..
cinderella : oh, baiklah bila demikian.
( cinderella serta pengawal meninggalkan arena, kemudian datang putri irakus )
putri irakus : ( datang lantas merobek pakaian buatan cinderella ) dengan begini. kau tentu kalah, cinderella. ha ha ha ha ! ( meninggalkan arena, kemudian sebagian detik kemudian cinderella datang ).
cinderella : tidak ! siapa yang berani lakukan ini ? ( mengambil kain yang sudah dirobek ) aduh, tentu saya dapat kalah dalam persaingan ke-2 ini. apa yang perlu kulakukan ? ( menangis, kemudian keluar arena ).
esok harinya. . . .
( raja, pangeran, ratu, & pengawal masuk )
raja : selanjutnya tiba waktunya untuk penentuan pemenang dari persaingan ke-2 ini. pada putri irakus, silakan masuk serta menunjukkan baju buatannya.
( putri irakus masuk sembari menunjukkan baju buatannya )
putri irakus : ini yang mulia. ini yaitu baju yang saya bikin.
raja : cukup bagus. bila bisa tahu, apa bahan yang kau gunakan untuk bikin baju ini ?
putri irakus : baju ini dibikin dari berbagai jenis kulit. kulit unta, kulit pisang, kulit domba, kulit gajah, kulit cheetah, serta tidak lupa juga ditambahkan dengan kulit kodok.
pangeran : wow ! unik sekali !
ratu : sudah pasti ! siapa dulu yang membuatnya ? putri irakus. . . .
raja : saat ini, tiba giliran cinderella. cinderella, waktunya kau masuk serta membawa baju buatanmu.
satu jam kemudian. . .
( cinderella tidak muncul-muncul )
dua jam kemudian. . . .
( cinderella tidak nampak juga )
krik krik krik krik…….
raja : kemana sih cinderella itu ? kok belum muncul-muncul. pengawal ! mencari cinderella !
pengawal : baik ( kemudian keluar arena )
putri irakus : barangkali dia belum merampungkan baju buatannya. atau barangkali dia sekalipun tidak dapat menjahit.
raja : tunggulah dulu ! pengawal kita kan tengah mencari dia. pliss deh ! tunggulah bentar donk ah !
sebagian menit kemudian. . . .
cinderella : ( datang terburu-buru serta pengawal menyusul di belakang cinderella )yang mulia, maaf…saya terlambat.
raja : dari tempat mana saja anda cinderella ? kami telah menanti anda, cinderella.
cinderella : begini yang mulia, seseorang sudah merobek baju yang saya bikin untuk pangeran.
ratu : alaah ! sangat itu hanya alasan anda saja.
cinderella : tidak ! seluruh itu benar ! ini buktinya.
( memberikan baju robek ke raja serta kemudian ke pemirsa )
ratu : alah ! sangat anda yang merobek baju itu.
cinderella : tidak ! itu tidak benar ! sumpah !
raja : sudahlah !
putri irakus : namun ratu, bukannya kita yang merobek baju punya cinderella itu ? alamaaak, keceplosan akuu..
seluruh : ooo…
raja : lantas, kalian yang merobek baju cinderella itu ?
ratu : bukan hanya saya ! itu putri irakus ! ( menunjuk putri irakus )
putri irakus : namun itu kan inspirasi ratu !
raja : sudah-sudah ! lantas saya putuskan yang dapat menikah dengan pangeran yaitu. . . . cinderella !
putri irakus : tidak !
( pengawal menyeret putri irakus pergi )
ratu : dengan amat berat hati, saya terima kau lantas menantuku, cinderella.
pangeran : selanjutnya kita dapat bersatu, cinderella.
cinderella : iya. pangeran.
( ratu & raja meninggalkan arena )
pangeran : kita dapat mengawali hidup baru tanpa ada yang menggangu. saya cinta karo koe cinderella….
cinderella : iya. saya juga. huahaha
selanjutnya, sesudah berbagai jenis persaingan ditempuh, cinderella bisa bersatu dengan pangeran. mereka lalu hidup bahagia selamanya. . semoga artikel naskah drama ini dapat menolong sahabat
Tag :
Cara Apa Aja Ada Disini
0 Komentar untuk "Kumpuan Naskah Drama Komedi"